Senin, 16 November 2015

[Book Review] Kamera Pengisap Jiwa - Ruwi Meita






“Bagaimana mungkin gambar di foto bisa bergerak bahkan berteriak? Mereka seperti berada di dalam penjara. Mata mereka terlihat memerah dan wajah mereka pucat. Bola mata mereka hitam kelam seperti lubang tanpa dasar”
(Hlm. 67)
Judul               : Kamera Pengisap Jiwa
Penulis            : Ruwi Meita
Editor              : Ry Azzura & Ario Sasongko
Proofreader    : Funy D.R.W
Layout             : Irene Yunita
Desain sampul : Gita Mariana
Ilustrasi sampul : Rudiyanto
Penerbit          : Bukune
Cetakan          : Pertama, Agustus 2014
Tebal               : 132 hlm
ISBN               : 602-220-135-7
*Blurb:
CEKREEEK!
“Terlambat. Kamera tua itu sudah memotret kamu dan keluargamu. Tidak ada satu pun yang bisa selamat.” Anak perempuan itu berbicara dengan tatapan kosong. Dia pergi dengan cepat, Anabel tidak bisa menemukannya.
Anabel tidak ingin percaya. Namun, keanehan demi keanehan terus menghampiri. Keluarganya melakukan kegiatan yang sama terus-menerus. Papa berkebun, Mama memasak, dan adiknya bermain trampoline, tanpa makan, mandi, atau tidur! Dan, ah… apa sebenarnya makhluk mengerikan yang dilihatnya itu? Dia menjerat leher keluarga Anabel dan mengambil jiwa mereka….
***

            Keluarga Anabel baru saja mendapatkan hadiah berlibur ke sebuah villa di daerah Plateau Dieng selama satu minggu. Hadiah tersebut datang dari Pak Harta Wijaya selaku bos dari Ayah Anabel yang selalu rutin memberikan undian berhadiah kepada semua karyawannya. Sesaat setelah sampai di villa tersebut, Anabel dan keluarga disambut oleh hawa pegunungan yang dingin dengan balutan kabut tebal yang membuat villa itu seolah berada di atas awan. Awalnya, Anabel merasa kurang suka dengan liburannya kali ini. Namun, Mama begitu meyakinkannya bahwa liburan kali ini akan menjadi liburan terindah, meski sebenarnya hati Anabel berkata lain.
Seperti apakah dunia Anabel?

Dunia Anabel adalah sebuah kamera polaroid yang dibelinya dari hasil menabung selama dua tahun, dan refill kertas foto yang harganya lumayan menguras uang saku.
            Anabel sedikit bingung, akankah villa sebesar ini hanya diurus oleh Pak Simhar saja? Kondisi fisik yang sudah renta tidak memungkinkan Pak Simhar untuk melakukan itu semua. Pak Simhar adalah seorang laki-laki tua yang menjaga villa milik Pak Harta Wijaya tersebut. Dia aneh, begitu pikir Anabel. Matanya yang sebelah terbuat dari kaca, dan dia selalu berjalan seperti zombie. Tidak menekuk kaki sedikit pun saat berjalan.
Di sudut lorong dia melihatnya. Gadis cilik berambut panjang dengan wajah pucat yang sedang berdiri mematung. Dia menatap lekat Anabel dengan gelisah
Villa itu sangat besar. Anabel sangat suka dengan kamar yang ia tempati bersama Sigi, adiknya. Selain karena tempatnya luas, juga menyimpan banyak sekali pakaian bagus di dalamnya. Hari itu, dia dan keluarganya diminta untuk melakukan foto bersama sebagai bentuk rasa hormat Pak Harta Wijaya terhadap semua karyawannya yang telah berkunjung. Anabel memandang semua foto yang terpajang di dinding. Semua foto itu diambil menggunakan kamera commodore tua yang tertutup kain hitam di sudut ruangan. Aneh rasanya, semua foto itu adalah gambar sepasang suami istri dengan kedua anaknya, sama seperti keluarga Anabel. Lebih aneh lagi, semua keluarga yang ada di foto itu mengenakan pakaian serba hijau sama dengan yang Anabel dan keluarganya kenakan kini.
“Commodore yang bertugas menangkap jiwa kalian. Sekali dipotret, artinya kalian sudah memasuki alam lain. Sebuah dunia yang sedikit demi sedikit membius kalian. Senyum dan kamu akan mati”
Tunggu sebentar! Siapa gadis itu? Anabel melihatnya. Dan, ah… dimana dia? Lampu yang menyorot ke arahnya membuat Anabel kesusahan untuk melihat dengan jelas.
Akankah Anabel berhasil mencari tahu tentang keberadaan gadis misterius itu? Dan, kenapa dia terlihat menutup-nutupi sesuatu? Gadis itu terlihat hendak menyampaikan sesuatu….
***
            Sebelumnya, aku ingin mengucapkan terima kasih sama Mbak Ruwi Meita yang sudah menghadiahkan buku ini untukku. Sangat berkesan sekali dapat dua buku berTTD sekaligus dari penulisnya langsung. Ok! Cukup. :D
‘Kamera Pengisap Jiwa’ merupakan satu dari tiga buku lain yang tergabung dalam ‘SERI TAKUT” yang diterbitkan oleh Bukune. Mempunyai kemasan yang ringan, segar, dan tentu saja asyik. Sebagai novel dengan genre horor, menurutku novel ini memberi nuansa baru dari segi ceritanya. Entah karena pengetahuanku tentang novel yang masih minim atau apa, tapi yang jelas menurutku novel ini menyajikan sebuah cerita yang fresh dan terkesan tidak mainstream. Pernahkah kalian berpikir tentang sebuah kamera yang bisa mengambil jiwa manusia dalam sekali potret?
            Tentu saja tidak. Oleh karena itulah aku menyebut novel ini menyajikan sebuah cerita yang segar. Bagaimana dengan pendapat kalian? Tinggalkan corat coret di bawah ya, hehe.
            Novel ini dibuka dengan pertengkaran kecil antara Anabel dengan adiknya, Sigi. Lewat bagian ini kita bisa menyimpulkan seperti apa karakter dan watak dari kedua tokoh tersebut. Terlebih Sigi, adik Anabel ini memiliki kepribadian yang bandel, suka usil dan hyperaktif. Hal ini dideskripsikan secara langsung dan jelas oleh si penulis. Sedangkan Anabel adalah gadis remaja yang sangat menyukai dunia fotografi. Tak heran apabila ia sering menghabiskan waktunya dengan kamera dan refill kertas fotonya. Berbicara mengenai kedua tokoh ini, pada dasarnya mereka mempunyai kepribadian yang serupa, yaitu sama-sama tak ingin mengalah dan egois. Tak heran apabila keduanya saling berselisih, tak akan ada titik temunya. Pada akhirnya, Ibu lah yang menjadi penengah antara keduanya. Jika membaca novel ini dari awal sampai akhir, menurutku tokoh Anabel lebih mendominasi setiap ceritanya. Hampir setiap part, Anabel selalu ambil bagian. *yaiyalah..diakantokohutama :D
            Oh iya, pada saat awal membaca buku ini, aku mengira jika Sigi itu adalah laki-laki. Namun ternyata dugaanku salah. Sigi itu perempuan loh. Awalnya aku menganggap Sigi itu laki-laki adalah karena 2 faktor, yaitu:
  1. Dari namanya. Coba pikir, disaat kalian mendengar nama Sigi untuk pertama kalinya, kalian pasti mengira bahwa Sigi itu nama laki-laki kan? Jelas sekali, jarang-jarang kita mendengar nama perempuan yang seperti itu. Ya, nggak? Terungkapnya jika Sigi itu adalah perempuan yaitu saat ia mencoba mengenakan gaun di kamar villa. Dari situ, aku baru tahu jika Sigi itu perempuan. Tapi.. ya namanya juga manusia, meski sudah tahu Sigi itu perempuan, namun bayang-bayang jika Sigi itu laki-laki tetap saja melekat di ingatanku dari awal membaca sampai akhir, hehe.
  2. Karakternya. Karakter bandel, jahil dan usil pasti sudah sangat melekat di diri laki-laki. Nah, inilah hal yang juga membuatku menganggap jika Sigi itu laki-laki. Tapi, di lain sisi, bagiku mbak Ruwi Meita hebat. Menciptakan tokoh perempuan dengan karakter ‘nakal’ yang pada dasarnya, itu sangatlah tidak mungkin. Tapi, sebelumnya maaf ya Mbak, hehe. Menurut apa yang aku dapat,penggambaran karakter perempuan dari Sigi ini kurang kuat. Sehingga mungkin banyak pembaca (termasuk aku) yang menganggap Sigi itu laki-laki, meski sebenarnya kita sudah tahu jika dia itu perempuan, hehe. Ini hanya pendapatku ya, Mbak :D
Ok! Lanjut. Jika dilihat dari gaya bahasanya, menurutku tidak terlalu ruwat dan jelas. Apa yang diceritakan mengalir begitu saja. Kalimatnya tidak bertele-tele sehingga apa yang disampaikan benar-benar bisa dipahami dengan baik oleh pembaca. Sangat cocok jika memang didedikasikan untuk kalangan remaja. Dan, meski bergenre horror, novel ini tidak seperti horror lain yang lebih menguatkan kesan seramnya lewat penampakan hantu pada umumnya. Namun, lebih ke semacam terror dan kejanggalan yang dialami keluarga Anabel dan tak jarang membuat kita bergidik ketakutan. Menurutku itu yang lebih mendominasi cerita ini.
Meski begitu, ada juga loh beberapa pesan moral yang bisa kita dapat dari buku ini, antara lain:
1.      Jangan suka berantem sama kakak atau adik sendiri, hehe. Sederhana sih sebenarnya, tapi menurutku itu penting.
2.      Sayangi keluarga. Ya, lewat cerita ini secara tidak langsung kita juga diajarkan untuk peduli dan sayang terhadap keluarga. Terbukti saat Anabel sedang dalam bahaya, dia lebih bersikeras untuk menyelamatkan anggota keluarganya terlebih dahulu. Dia tidak ingin pergi dan melihat mereka terbunuh begitu saja.
3.      Dan yang terakhir, jangan melakukan hal yang tidak benar hanya demi mendapat kesuksesan (seperti Pak Harta Wijaya). Karena itu sama saja kita menyekutukan Tuhan. Ingat itu, hehe. Ada ilmu agamanya juga loh buku ini J
Ok! Secara keseluruhan aku suka sekali dengan buku ini. Recommended sekali buat kalian penikmat novel horror. Dan, satu pesan yang ingin aku sampaikan buat Mbak Ruwi Meita “Semoga kita bisa cepat bertemu ya, Mbak. Sangat ngefans sekali, beri komen juga untuk reviewku ini, hehe ^_^”
Aku persembahkan 4 dari 5 bintang untuk Anabel dan keluarga!
Terima kasih!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar