Selasa, 15 Desember 2015

[Book Review] Days Of Terror - Ruwi Meita



 
“Kamu masih ingat mantera itu? Kamu bisa memajukan waktu atau mundur, tapi apakah kamu pernah bertanya apa waktu itu beku?”
(Hlm. 119)

Penulis: Ruwi Meita
Editor: Ry Azzura & Ario Sasongko
Penyelaras Aksara: Funy RDW
Penata Letak: Irene Yunita & Erina Puspitasari
Desain & Ilustrasi sampul: Dedy  Koerniawan & Ayu Widjaja
Cetakan: Pertama, April 2015
Jml halaman: iv + 134 halaman
 Penerbit: Bukune
ISBN: 98-602-220-155-7

*Blurb:
Ori terbangun dari tidur dengan panik. Keringat mengucur deras dan detak jantung seakan berlomba dengan napasnya. Mimpi buruk itu terulang lagi. Menyisakan suara yang terus terngiang di telinganya. “Cepat temukan wanita itu atau hidupmu adalah taruhannya!”
Dia bangkit untuk mengambil segelas air di meja rias. Kemudian, sudut matanya menangkap sebuah bayangan di cermin. Betapa terkejut Ori dengan apa yang dilihatnya; perempuan tua dengan rambut putih, kulit keriput, punggung bungkuk, dan tatapan yang menyeramkan!
“Tidak! Tidak mungkin! Apakah wanita mengerikan itu… AKU?!”
***
Dengan kemampuan pergi ke masa lalu dan masa depan sesuka hati, Ori mengubah cerita hidupnya. Nilai ulangannya kini membaik, janji-janji selalu ia tepati, dan semua hal buruk bisa dicegahnya. Ya, kehadiran kalender misterius itu merupakan anugerah bagi Ori.
Namun, apa yang harus dia lakukan, jika semua kebahagiaan itu mesti dibayar dengan nyawa?

***


            Gadis itu bernama Oriana, teman-teman sering memanggilnya dengan sebutan Miss. P atau Miss Pelupa. Hari-hari Ori selalu diwarnai oleh kesialan atas kecerobohannya sendiri. Mulai dari tersiram air cucian piring, diejek kenek angkot bergigi tongos, dan berbagai kecerobohan lain yang tak jarang membuat Bundanya naik pitam.
“Makanya, jadi anak tuh, jangan pelupa. Kamu itu lebih parah dari nenek-nenek loh”

(hlm. 16)

“Ori, kamu sial karena tidak berhati-hati,” kata Ayah.

(hlm. 18)
                Siang itu seseorang dari panti baru saja mengirimkan sebuah almanak ke rumah Oriana. Bentuknya yang bernuansa etnik, dan sampulnya yang terbuat dari anyaman kayu tipis, jelas menarik perhatian Oriana. Terlebih dengan batu pipih mengilat berwarna merah yang terletak pada bagian tengah atas almanak. Sekilas, nampak seperti mata yang tengah marah.
“Jadi, Bunda beli kalender itu dari panti asuhan?” tanyaku sambil mengambil tempe hangat di meja makan.

(hlm. 15)

            “Apa beda kalender dengan almanak?”

“Beda. Kalender itu bisa dikatakan bentuk sederhana dari almanak, sedang almanak itu lebih rumit dari kalender. Di dalam almanak tidak hanya terdapat penanggalan, namun ada keterangan mengenai prakiraan cuaca, musim, letak bulan dan bintang”

(hlm. 17)
            Namun, mengingat apa yang telah dialaminya selama ini, Ori menemukan sebuah arti lain dari almanak itu. Bukan sekadar penanggalan biasa, melainkan sebuah mesin waktu. Benda ajaib yang bisa membawanya jauh ke masa depan dan ke masa lalu dengan sesuka hati. Memperbaiki semua kesialan di masa lalu, dan mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan. Hari-hari berikutnya, Oriana sering melakukan sebuah perjalanan waktu. Hidupnya bagai tupai, yang bisa melompat-lompat kemana saja yang ia mau. Ya, melompat di antara mimpi dan kehidupan nyata. Kadang maju tiga hari, kadang mundur seminggu. Semuanya terasa menyenangkan. Hanya sekadar mengucapkan manteranya, dan kau akan dibawa ke masa yang kau inginkan.
“Kau sang penjelajah waktu. Hanya kau sang empunya masa. Bukalah lembaran kayu. Lantunkan sebuah mantera. Waktu maju, waktu mundur. Pada suatu ketika waktu beku. Semua bisa terjadi saat kau….TERKUTUK.”

(hlm. 26)
                Namun, dibalik kesenangannya itu, akankah Ori tahu bahwa harga yang harus dibayar untuk itu semua sangatlah mahal? Bahkan dengan nyawa?
“Satu hari lompatan waktu, akan menghisap satu tahun umurmu.”

(hlm. 118)

***

“Menulis horror telah menjadi hasrat yang tak bisa dibendung”

            Sedikit kutipan dari mbak Ruwi Meita. Aku memang salah seorang penikmat cerita-cerita horror. Jadi, tidak heran apabila buku-buku horror banyak bertengger di rak bukuku (masih banyakan romance sih sebenarnya, hehe). Salah satunya adalah karya-karya dari Mbak Ruwi Meita ini. Selain membaca, aku juga suka menulis beberapa cerita horror. Dan, menurutku itu sudah menjadi suatu kebutuhan. Cerita-cerita di buku Mbak Ruwi Meita banyak yang menjadi inspirasi di setiap ceritaku (bukan berarti jiplak ya, Mbak :D). Dan, aku setuju dengan sedikit kutipan dari Mbak Ruwi Meita di atas. Menulis horror memang menjadi hasrat yang tak bisa dibendung. Kadang jikalau kita sudah mencintai suatu hal, pikiran tentang hal yang kita cintai itu akan muncul kapan saja, dan dalam keadaan apa pun. Sama halnya dengan menulis horror. Aku sudah terlanjur cinta dengan dunia horror, jadi inspirasi-inspirasi tentang segala hal berbau horror pun sering bermunculan. Kapan saja, dimana saja, dan tumbuh menjadi sebuah kebiasaan. Entah itu karena didasari hal sepele atau bukan. Jadi… emm, gimana yaa… I can’t stop it! Rasanya, andrenaline untuk nulis semakin terpacu gitu. Dan, mungkin.. seperti yang Mbak Ruwi Meita bilang, ini sudah menjadi hasrat yang tidak bisa dibendung. Hasrat ini sudah terlalu kuat.

            *Kembali ke review*
            Ok! Sebagai penikmat buku horror, tidak mungkin jika buku ini aku biarkan tak tersentuh begitu saja karena takut dengan ceritanya. Rasanya sangat tertantang sekali untuk menuntaskannya sampai selesai. Buku ini memiliki daya tarik kuat terutama bagi penikmat cerita horor. Pertama, bisa dilihat dari sampulnya. Di gambar, nampak jelas seorang gadis yang tengah ketakutan dengan menyembunyikan muka dan memeluk kedua kakinya erat. Lalu, apanya yang seram? Lihat di belakang! Ada sepasang mata menyala-nyala yang mengintai di balik rak buku. Huuuu… serem yaaa, hehe. Dari situ sudah tergambar jelas bahwa buku ini menyimpan banyak cerita yang siap membuat pembaca bergidik ketakutan

            Buku ini menceritakan tentang perjalanan waktu yang dilakukan oleh Oriana. Meski sebenarnya, cerita tentang perjalanan waktu sudah banyak digunakan, namun ini adalah buku pertama yang aku baca. Di buku ini, Ori (tokoh utama) melakukan perjalanan waktu dengan sebuah benda yang disebut almanak. Oh iya, lewat cerita di buku ini kita juga dapat pengetahuan tentang apa itu almanak, terutama untuk kalian yang belum tahu. Ternyata, jika di Jawa almanak lebih mengarah ke Primbon. Dan juga, almanak disebut sebagai bentuk reinterpretasi dari kalender. Bedanya, almanak itu lebih rumit. Dalam almanak terdapat prakiraan cuaca, musim, dan sistem tatasurya seperti letak bulan/bintang. 

Cerita di buku ini semakin menarik tatkala almanak yang biasa Oriana gunakan untuk melakukan perjalanan waktu ternyata membawa serentetan terror bagi kehidupannya. Terutama adalah dengan kemunculan sosok nenek tua bersuara mendesis yang sering menjumpainya.
“Separuh wajah nenek-nenek sedang mengintaiku dari ujung lorong. Matanya menatapku tajam. Rambut putihnya menjuntai sampai lantai”

(hlm. 49)
                 
Lewat tokoh Oriana, kita diajak merasakan bagaimana rasanya melakukan perjalanan waktu. Meski pada dasarnya sedikit bingung dengan ceritanya, namun semakin ke belakang aku semakin bisa menyesuaikan dengan jalan ceritanya dan menelusuri setiap kejadian yang terjadi. Aku rasa memang tepat jika buku ini mengusung tagline ‘Ketika Waktu dan Kematian Dalam Genggamanmu’. Perjalanan waktu yang dilakukan Oriana memang awalnya menyenangkan, tapi dibalik semua itu ternyata ada sesuatu yang jahat menunggu di sana. Ya, kutukan. Melakukan perjalanan waktu ini sama saja menghisap umur Oriana. Seperti sedikit kutipan di atas ‘Satu hari lompatan waktu, akan menghisap satu tahun umurmu.’ Pernyataan ini semakin kuat tatkala Oriana menerima kutukan itu. Meski konflik ini terjadi di beberapa lembar terakhir buku ini, namun aku rasa tidak mengurangi kepuasan setiap cerita. Dan, aku yakin yakin pembaca pun pasti masih bisa menikmatinya.

            Ehm, jika berbicara mengenai tokoh. Menurutku, setiap tokoh disini memiliki karakter yang sama-sama kuat. Misal saja, Fla (teman Oriana) penggambaran tentang watak Fla diuraikan secara langsung di bagian awal buku ini. Jadi, saat kita baru membaca buku ini pada bab pertama, kita sudah bisa menyimpulkan seperti apa karakter Fla tersebut. Memiliki watak yang angkuh, dan mendapat julukan Nona Sempurna. Bagaimana tidak, Fla selalu terlihat cantik, dan selalu menginginkan sesuatu yang sempurna sampai detail-detailnya. Seperti pada saat itu ia mengenakan anting, sepatu, tas, jam tangan dengan warna yang senada.  Lain halnya dengan Ori, tak begitu memperhatikan penampilan, ceroboh, dan selalu sial hari-harinya. Mungkin hal ini lah yang mendasari kenapa Ori melakukan perjalanan waktu. Agar dia tidak selalu sial, hehe. 

            Emm.. apalagi, ya? Oh iya, saat membaca Days Of Terror ini, aku sedikit terbayang-bayang dengan cerita di buku ‘Kamera Pengisap Jiwa’. Eh, bukan terbayang ceritanya ding, lebih tepatnya dengan satu kutipan di buku itu. ‘Berhati-hatilah dengan kesukaanmu’ kutipan ini menurutku cocok juga jika ditempatkan di buku ini, hehe. Setuju, nggak? :) *abaikan *nggakpenting.

            Well! Langsung saja, buku ini recommended sekali untuk kalian yang butuh bacaan ringan. Cocok untuk sekadar mengisi waktu luang. Dan, kamuuu! Iya kamu, yang sembunyi di balik tumpukan buku romance, ayo dong move on, hehe. Buku ini sangat menantang buat kalian! Ihiiyy ~

            Ok! To the point aja yah, 4 of 5 stars untuk perjalanan waktu bersama Oriana ^_^

            Terima kasih!
           
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar