Minggu, 06 Maret 2016

[Book Review] Ghost Next Door - Oke Sudrajat



Judul               : Ghost Next Door
Penulis            : Oke Sudrajat
Cetakan          : Pertama, Maret 2015
Tebal               : 170 hlm
Penerbit          : Grasindo
Kategori         : Novel
ISBN               : 978 – 602 – 251 – 925 – 6

Blurb:

Andrea bingung, sebagai drakula dan berasal dari Italia harus beradaptasi dengan kultur di Indonesia. Biasa makan pizza dan spageti Andrea harus mencoba nasi goreng dan sate. Awalnya pengin muntah, lama-lama muntah beneran.

Dia juga bertemu hantu-hantu made in Indonesia seperti Pocan yang berkarakter genit, suka lompat maju mundur cantik ala Syahrini. Lalu ada Sani, yaitu Sundel Bolong yang suka berubah wujud jadi wanita cantik biar bisa makan gratis dari Mang Diman, si tukang sate. Ada Wewe Gembel yang suka amsuk angina. Dan, Suster Ngesot yang suka sebel kalau ada lomba lari.

Mereka berlima membantu Andrea sang Drakula untuk ngerjain Alexa yang merebut Jo dari sisi Andrea. Tujuannya, agar Alexa kapok mendekati Jo yang sangat disukai oleh Andrea.

Mampukah Alexa selamat dari niat jahat para hantu sahabat sang Drakula Andrea? Hanya keluarga Pak Jamal yang dapat menolong Alexa dari perangkap para hantu. Sementara Jo lari tunggang langgang meninggalkan Alexa dari kejaran Andrea, takut digigit dan diisap darahnya sama drakula Andrea.

***


“Tidak ada yang meragukan perasaanku padamu, Jo… tapi ada sesuatu yang tak kamu ketahui tentang diriku. Aku merasa kita seperti terburu-buru untuk saling suka, aku takut ini hanya sementara.”

Hlm. 72

Beberapa hari belakangan, Jo dibuat terpesona dengan seorang cewek misterius yang tak sengaja ia temui di halaman rumah Pak Jamal. Niat hati ingin menemuinya, Jo malah mendapati pipinya yang sakit karena ditampar Pak Jamal. Dikiranya, Jo ingin mencuri di rumahnya saat itu. Sebagai laki-laki yang tak mengenal putus asa, Jo terus berusaha untuk bisa bertemu dengan cewek misterius yang memiliki wajah cantik tersebut.


Andrea, si Drakula cantik :)
Tapi siapa sangka, jika cewek misterius yang konon bernama Andrea itu ternyata bukanlah manusia. Andrea adalah seorang drakula dari Italia yang nyasar ke rumah Pak Jamal karena terjatuh saat berada di mobil ekspedisi pengiriman barang. Sebagai orang asing yang baru pertama kali berada di Indonesia, bukan tidak mungkin akan menyulitkan Andrea untuk kembali ke negaranya di Italia. Hingga pada akhirnya ia meminta kepada Pak Jamal dan keluarga untuk mengijinkannya tinggal sementara di rumahnya. Awalnya, mereka keberatan. Bagaimana tidak, orang mana yang ingin drakula tinggal di rumahnya? Namun, setelah beberapa kali Andrea meyakinkah bahwa semua akan baik-baik saja, akhirnya Pak Jamal dan keluarga bersedia menampung Andrea.

Alasan lain kenapa Andrea ingin tinggal di rumah Pak Jamal adalah karena laki-laki tampan yang beberapa hari lalu ditemuinya. Laki-laki itu tinggal bersebelahan dengan rumah Pak Jamal. Dan kini, akhirnya Andrea tahu, laki-laki yang diidamkannya itu bernama Jo. Yup, tak disangka ternyata keduanya saling menyukai. Hanya saja, mereka belum saling mengenal. Hingga pada suatu hari, Jo sangat berniat untuk menemui Andrea—cewek misterius—di rumah Pak Jamal. Usahanya ternyata tidak sia-sia, Jo berhasil bertemu dengan cewek itu dan mengenalnya. Begitu pula dengan Andrea, ia senang bisa berkenalan dengan Jo dan menjadi kekasihnya. What?! Kekasihnya?!? Ya, karena memang pada saat itu Jo melamar Andrea untuk menjadi kekasihnya, dan Jo tidak tahu jika Andrea adalah drakula.

Namun, rupanya hubungan aneh antara manusia dan drakula itu tidak berjalan mulus. Melalui pertunujukkan musik underground, Jo mengenal Alexa. Seorang cewek yang tak kalah menarik perhatiannya. Perlahan, perasaan Jo mulai terbagi dua. Andrea yang mengetahui hal itu, jelas dibuat geram dan cemburu. Dia bersama teman hantu lainnya berniat untuk mencelakakan Alexa agar ia kapok dan tak lagi menganggu hubungannya bersama Jo.

Lantas, apakah misi Andrea dan teman-teman hantunya untuk menyingkirkan Alexa berhasil? Dan, apakah dia mampu merebut kembali hati Jo, kekasihnya?

***

Well, ini adalah kali pertama aku membaca buku bergenre horor komedi. Meski begitu, aku sangat menikmati setiap cerita di dalamnya. Menurutku, cerita di ‘Ghost Next Door’ ini dikemas secara ringan, mudah dimengerti, dan menghibur. Sebagai buku yang juga menyajikan unsur komedi, bacaan seperti ini terkesan tidak membosankan. Lewat keahlian tangan penulis, beberapa adegan lucu di dalamnya berhasil memancing gelak tawa. Unsur komedi ini dikuatkan lewat karakter maupun tingkah laku beberapa tokoh. Seperti tokoh Tante Mona yang digambarkan sebagai janda genit, dan Bu Jamal dengan karakter tulalitnya. Seperti pada adegan di bawah ini:

“Woi Pak! Dikira karung beras apa? Maen seret aja!” Bu Jamal kesakitan diseret Pak Jamal ke belakang untuk kabur menghindar dari drakula cewek yang sedang ngambek.
Hlm. 22

“Kalian itu ya? Iri aja sih lihat kita berdua? Pengen ya digandeng akyu? tanya Tante Mona kepedean.
Hlm. 35

“Jangan lupa bawa obat nyamuk oles, Ton..” kata maminya menyela.
“Ih, buat apa, Mi?” tanya Tono tak mengerti kata-kata maminya.
“Ya buat jaga-jagalah.. siapa tahu dengan diolesin obat nyamuk di leher kamu, dia gak jadi gigit leher kamu.”
Emangnya drakula takut obat nyamuk, Mi? Dia kan bukan nyamuk?”
Hlm. 86

Beberapa adegan di atas menurutku cukup mengundang tawa. Apalagi kalau diperankan lewat karakternya Bu Jamal yang tulalit, hihihi. Selain itu, yang membuat buku ini menjadi bacaan yang cukup ringan adalah karena pemilihan kosakatanya. Penulis menggunakan kosakata dan gaya bahasa sehari-hari yang kekinian. Hal ini sangat memungkinkan pembaca untuk dengan mudah memahami setiap kalimat yang dibaca. Selain itu, seperti yang sudah aku tulis di atas, buku ‘Ghost Next Door’ ini bergenre horkom (horor komedi). Tanpa pemberitahuan langsung dari penulis, hal ini sebenarnya sudah bisa kita tangkap saat pertama kali melihat cover dan judulnya. Ya, meski buku ini ada perpaduan horornya pula, namun yang aku rasakan justru tidak ada kesan seramnya sama sekali. Sebenarnya tidak masalah sih, karena unsur komedi yang ada di buku ini juga tidak memungkinkan penulis untuk menampilkan adegan-adegan mencekam layaknya film atau buku pure horor.

Namun, buku ini disebut memiliki unsur horor adalah karena tokohnya. Pertama, Andrea si Drakula, dan beberapa hantu lokal seperti Sani si Sundel Bolong, Pocan—pocong cantik—Wewe gembel, dan Suster ngesot. Dan, lagi-lagi unsur komedilah yang ditonjolkan lewat tokoh-tokoh hantu ini. Misal, karakter Pocan yang suka bergaya genit, dan centil ala artis Syahrini, kerap mengundang tawa. Bukan kesalahan menurutku, tapi sebuah pepaduan yang bagus. Cara penulis dalam mengemas unsur horor untuk dijadikan bahan hiburan sungguh sangat menarik. Lagi pun, tidak selamanya tokoh hantu harus selalu menggunakan embel embel menyeramkan.

Selain horor dan komedi, buku ini juga menyajikan cerita romance. Romance di sini bukan sekedar selingan saja, namun hampir keseluruhan buku ini bercerita tentang romance (bukan pure romance sebenarnya). Unsur romance ditunjukkan lewat kisah cinta antara Jo dan Andrea si drakula. Konflik semakin terasa tatkala muncul Alexa sebagai orang ketiga di hubungan mereka. Dan, menuju lembar terakhir, penulis membawa kita ke ending yang tidak terduga sebelumnya. Sungguh, pada awalnya aku sudah menebak ending cerita ini akan seperti apa, namun ternyata dugaanku salah. Dan, penulis ternyata memiliki kisah lain yang aku rasa bagus untuk menjadi pilihan ending cerita ini.

Namun, ada beberapa kekurangan yang perlu dikritisi dari buku ini. Pertama, dari hal yang amat sangat sepele. Typo. Ya, penulis dan editor harus lebih jeli untuk meminimalisir kesalahan penulisan di buku ini. Masih ada beberapa kata yang kurang tepat ejaannya dan tanpa spasi. Selain itu, aku juga menemukan keanehan di halaman 25. Di situ ada adegan di mana Andrea, Pak Jamal dan Bu Jamal berada di satu tempat, yaitu di dapur dekat pintu belakang rumah. Intinya, mereka ada di bagian rumah yang paling belakang. Tapi entah kenapa, di situ diceritakan Bu Jamal bisa melihat Jo yang sedang berada di depan teras rumahnya. Hayoo looohh… gimana ini? Aku rasa, kurang masuk akal saja. Gimana ceritanya orang yang ada di dapur belakang bisa melihat tetangga yang duduk di teras? Seharusnya ini bisa diakali oleh penulis dengan cara menggambarkan keadaan tempat yang lebih detail lagi. Misal, di dapur ada jendela yang mengarah langsung ke halaman rumah Jo atau apalah gitu. Biar rada masuk akal saja. Itu menurutku sih.

Selanjutnya, ada juga keanehan lain—aku sebenarnya menyebut ini sebagai kesalahan—yaitu pada bab 6 dan 7. Di bab 6 pada adegan ketika Andrea bertemu Jo, dan di bab 7 pada adegan saat Alexa berlatih musik underground di kampus. Sebenarnya, dua kejadian itu berlangsung dalam satu hari / pada hari yang sama, hanya saja beda waktu. Tapi entah kenapa, di bab 7, penulis menyebutkan jika adegan yang ada di bab 6 terjadi kemarin / satu hari sebelumnya. Aku menyebut ini salah, karena jika dibaca dari awal, sudah jelas-jelas dua cerita ini berlangsung pada hari yang sama. Aku nggak tahu apakah pembaca lain juga sependapat denganku atau tidak. Yang jelas, aku menganggap ini perlu diperhatikan lagi.

Namun, terlepas dari beberapa kekurangan yang sudah aku tulis di atas, buku ini mempunyai cerita yang ringan dan menghibur. Jumlah halaman yang tidak terlalu banyak juga membuat buku ini cenderung tidak muluk atau membosankan. Kalian patut mencobanya gaes, lumayan bisa untuk obat bagi yang sedang galau, hehe!

Oh iya, sampai lupa. Kalian dapet salam nih, dari Pocan, hihi…..


Pocan, si Pocong cantik :)
Terima kasih!

***

“Ingat sahabatku, kamu dan Jo lain dunia, tetap tidak akan klop satu sama lain. Satunya hantu, satunya lagi manusia… sampai kapan pun perbedaan itu tidak bisa diabaikan, tak akan ada kebahagiaan antara kalian!”


Hlm. 155

1 komentar: