Selasa, 17 Mei 2016

[Book Review] Pre Wedding Rush - Okke 'Sepatumerah'



Judul : Pre Wedding Rush
Penulis : Okke ‘Sepatumerah’
Tahun terbit : 2013
Tebal : 204 hlm
Penerbit : Stiletto Book
Kategori : Novel
ISBN : 978 – 602 – 7572 – 21 – 8 

Blurb:

“Lo nggak rela gue nikah dengan Dewo?” Aku memberanikan diri untuk menembaknya. 
“Apa masih penting, Nin? Gue rasa nggak, uda nggak penting.” Lanang sama sekali tidak menatapku.
“Penting, Nyet. Penting buat gue.” Suaraku terdengar parau, 
“Lo nggak rela gue menikah?”
“Sudahlah, Nin. Lupakan. Gue ngaco aja tadi.”
“Lanang, please jawab. Lo nggak rela?” Suaraku melirih.
“Nggak!” Ia menatap manik mataku, 
“Puas lo?”

***

Life goes on. Tapi terkadang aa kenangan-kenangan indah yang membuat seseorang enggan melangkah menuju masa depan. Itulah yang terjadi dengan Menina. Hubungannya dengan Lanang, sang mantan pacar, begitu membekas di hatinya, bahkan sampai ia dilamar oleh pria lain yang lebih mencintainya.
Ketidakmampuannya melupakan masa lalu membuat Menina secara impulsive memutuskan melakukan perjalanan terakhir bersama Lanang di ke Yogyakarta. Siapa yang bisa meramalkan apa yang akan terjadi? Saat Menina dan Lanang berada di Yogyakarta, terjadilah gempa bumi 5,9 SR yang memakan banyak korban.
Menina menyaksikan begitu banyak hal yang membuatnya kembali berpikir tentang hubungannya bersama Lanang dan juga calon suaminya. Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua?

***

“Ketika bersama orang yang satu frekuensi dengan kita, tempat menjadi tidak penting lagi. Kebersamaan membuat segalanya terlupa, termasuk waktu.”
Hlm. 65

“Orang membuat rencana itu karena mereka punya tujuan hidup. Dengan bikin rencana, maka mereka bisa mengantisipasi situasi-situasi tertentu yang bisa menghalangi mereka mncapai tujuannya.”
Hlm. 87

Rupanya, tidak semua orang benar-benar bisa melepaskan bayang-bayang masa lalunya, termasuk orang-orang di dalamnya. Buktinya, meski Lanang sudah menjadi mantannya, Menina rupanya masih saja menjalin hubungan akrab dengannya. Setelah menerima lamaran Dewo di hari ulang tahunnya, Menina kembali menghubungi Lanang tentang rencana lamarannya tersebut.  Namun, di satu sisi, Menina juga menyalahkan dirinya sendiri karena terlalu gegabah atas keputusan lamaran itu. Sesungguhnya, Menina belum bisa lepas sepenuhnya dari bayang-bayang Lanang.

Menina juga memberitahu Lanang atas rencana keberangkatannya ke Surabaya—tempat tinggal Dewo—untuk membicarakan perihal lamaran mereka. Namun rupanya Lanang malah menawarkan diri untuk menemaninya selama perjalanan. Tapi tujuan Lanang bukanlah ke Surabaya, melainkan Yogyakarta. Menina yang seharusnya melanjutkan perjalanan dengan kereta ke Surabaya, justru ikut turun bersama Lanang di Yogyakarta. Lagi-lagi, ia gegabah. Melupakan tujuan utamanya hanya karena Lanang.

Berawal dari situ, rencana lamaran Menina dengan Dewo mulai dipertanyakan. Dewo mulai mengkhawatirkan keberadaan calon tunangannya itu. Belum lagi soal gempa yang tiba-tiba mengguncang Yogya pada saat itu. Lantaran musibah tersebut, Menina harus memutuskan untuk tinggal lebih lama di Yogya karena alasan kemanusiaan. Membantu korban bencana dengan menjadi relawan. Tapi sesungguhnya, bukan karena alasan itu saja yang membuat Menina bertahan di sana, ada alasan lain yang lebih kuat atas keputusan Menina tersebut.

Lantas, apakah alasan yang membuat Menina seolah enggan untuk menemui Dewo?

Dan, yang lebih penting dalam sebuah hubungan pastilah rasa ‘cinta’.

Masalahnya, adakah rasa cinta Menina untuk Dewo?

***

“Kita sering nggak menganggap orang-orang terdekat sebagai anugerah. Seberapa sering kita nggak memedulikan mereka? Kita anggap memang mereka seharusnya ada di sana. We take them for granted. Orang-orang tersebut baru akan terasa istimewa setelah kita kehilangan mereka. Bener banget kalau disebut you don’t know what you’ve got till it’s gone.”
Hlm. 151

“Masa lalu adalah masa lalu, sesekali melihat mungkin perlu, tapi tidak perlu mencoba untuk mengulang lagi apa yang pernah terjadi.”
Hlm. 188

Alhamdulliah, sangat berterima kasih kepada Kak Riawani Elyta dan Stiletto karena telah menghadiahkan buku ini untukku. Sebuah bacaan yang ringan, namun berbobot. Baik, Pre Wedding Rush adalah buku pertama dari Kak Okke ‘Sepatumerah’ yang berhasil aku baca. Menilik dari buku ini, kita bisa menyimpulkan bahwa cara menulis Kak Okke sangat mengalir, tidak kaku, dan sangat mudah dipahami. Didukung dengan tema yang cukup realistis dan merakyat, penggunaan diksinya yang sederhana dan tidak berbelit-belit, membuat kita tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan buku ini. Lembar demi lembar sangat tidak terasa karena kita terlalu dibawa nikmat oleh jalan ceritanya.

Membaca buku pernikahan kategori fiksi, jujur adalah pengalaman pertama bagi aku. Sebelumnya yang pernah aku baca adalah non fiksi, dan itu adalah buku duet karangan Kak Riawani dengan salah satu penulis lokal juga. Pre Wedding Rush adalah sebuah novel yang bercerita tentang dilema seorang Menina tentang rencananya lamarannya. Dilema tersebut datang dari 2 orang laki-laki yang sama-sama penting dalam kehidupannya. Tema tersebut sudah bisa kita simpulkan secara langsung saat melihat desain cover-nya yang mampu menginterpretasi isi cerita secara relevan. Oh iya, tema ceritanya cukup realistis. Sebab apa yang terjadi di buku ini juga banyak kita temui di kehidupan sehari-hari. Membuat kita sebagai pembaca tidak susah untuk memahami setiap adegan maupun konflik ceritanya.

                Di awal bab, penulis menyajikan secuil adegan di masa sekarang yang penuh teka-teki. Seperti halnya teka-teki pada umumnya, pastilah  kita akan dibuat bertanya-tanya tentang apa yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Terutama tentang hubungan Lanang dan Menina. Dan, aku rasa, adalah langkah tepat saat penulis menggunakan alur mundur di bab-bab berikutnya. Sedikit demi sedikit rasa penasaran kita yang ada di awal mulai menemui titik terang, dan kita tidak dibuat kecewa. Dan, langkah yang sangat tepat juga karena penulis menggunakan PoV1 sebagai Menina. Karena dengan begini, kita bisa merasakan langsung bagaimana kebimbangan, perasaan, dan pola pikir yang ada dalam diri Menina. Dilema yang dirasakan oleh tokoh utama ini pun juga lebih terasa dengan cara seperti ini. Istilah lain, kita bisa melibatkan diri kita secara langsung ke dalam cerita.

Selain itu, pola pikir Menina yang kadang kali menjengkelkan, membuat aku kerap kesal dengannya. Terlalu gegabah tanpa memikirkan bagaimana akibat-akibatnya. Sungguh, aku benar-benar bingung dengan pola pikir Menina yang tak berdasar ini. Nilai plus lain untuk novel ini adalah deskripsinya yang baik. Terutama tentang gempa Jogja, semua tergambarkan secara pas. Tidak kurang atau pun berlebihan.

Selain itu, di buku ini, menurutku chemistry yang terjalin antara Menina dan Lanang lebih kuat ketimbang dengan Dewo. Tapi meski begitu, aku tidak terlalu menyukai pasangan ini. Kebersamaan mereka yang kerap digambarkan lewat adegan merokok bareng membuatku aku risih. Ya, aku tidak suka dengan western culture yang satu ini. Andai saja kebiasaan yang satu ini dihilangkan, pasti hubungan antara Lanang dan Menina akan terasa lebih manis dan menarik. Selain itu ada juga hal yang perlu diperhatikan oleh penulis mau pun pihak yang terlibat dalam pengerjaan buku ini. Yaitu adanya ketidakselarasan font. Kemudian, eksekusi yang dilakukan penulis di ending kurang nendang menurutku, dan mudah ditebak. Cukup disayangkan sih, karena menurutku ending justru menjadi senjata buat cerita. Jika tidak dikemas dengan baik, maka juga tidak akan menimbulkan kesan yang istimewa.

Oh iya, meski buku ini termasuk ke dalam bacaan ringan, namun banyak juga pesan moral yang bisa diambil, antara lain:

1.       Dari tokoh Menina, kita bisa belajar untuk tidak terlalu gegabah dalam mengambil suatu keputusan. Suatu keputusan pastilah ada resikonya, dan ada baiknya apabila kita memikirkannya baik-baik terlebih dahulu. Terutama dalam hal pernikahan.

2.       Melupakan masa lalu dan menatap masa depan. Lewat tokoh Menina, kita diajarkan untuk berusaha sebisa mungkin melupakan masa lalu kita, termasuk orang-orang di dalamnya. Terlebih lagi, saat kita sudah punya pasangan di masa sekarang. Pasangan kita tersebut ada baiknya kita jadikan prioritas, daripada mantan yang pernah ada dulu. Intinya, lebih prioritaskan masa depanmu dengan orang terkasihmu dulu.

3.       Berjiwa kemanusiaan. Lewat kejadian gempa yang Menina dan Lanang alami di Joga, kita bisa belajar bahwa menolong sesama umat manusia adalah suatu keharusan. Terlebih, kita berada dekat dengan mereka. Dengan menolong, entah itu dengan menjadi relawan atau apa pun, maka kita juga akan mendapat hikmahnya nanti.

Nah, itu tadi adalah singkat dariku untuk novel Pre Wedding Rush karangan Okke ‘Sepatumerah’. Semoga berkenan ya, Kak! Hope to read another books! I’ll be waiting!

Terima kasih!

***

“…pernikahan itu nggak ada hubungannya sama jodoh nggak jodoh. It’s just another life of stage. Sama seperti stage kehidupan lain, untuk berusaha kita harus berusaha dan berjuang. Kalau dari yang gue rasa, jodoh itu juga harus diusahakan dan diperjuangkan.”
Hlm. 201

***


*CATATAN: Resensi ini diikutsertakan pada campaign #AkuCintaBuku bersama Stiletto Book dan Riawani Elyta.*

2 komentar:

  1. Wah menarik sekali. Sekilas seperti cerita di My Pre-Wedding Blues. Sebenarnya orang yang kita cintai itu di depan mata. Namun karena ego, terkadang hal itu diingkari. Sehingga ketika memilih orang lain, ketidakyakinan justru menyeruak. Kacau pokoknya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyakah? Memang secara garis besar cerita di buku ini ya begitu sih. Tapi yang namanya beda penulis pasti rasanya juga akan beda dong, hehe

      Hapus