Selasa, 12 Juli 2016

[Book Review] The Lady In Red - Arleen A



Judul : The Lady in Red
Penulis : Arleen A
Tahun terbit : 2016
Tebal : 360 hlm
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Kategori : Novel
ISBN : 978-602-032-712-9


Betty …
Sebenarnya tidak ingin bersekolah di private school yang mahal itu
bersekolah di sana hanya karena mendapatkan beasiswa
tidak tahu bahwa itu akan mengubah hidupnya

Robert …
Sebenarnya tidak suka bersekolah di private school yang mahal itu
bersekolah di sana hanya karena disuruh orang tuanya
tahu bahwa itu memang jalannya ketika ia melihat Betty
*
Rhonda …
Tahu ia gemuk
tidak tahu bahwa ia menyukai Greg
tidak tahu bahwa Greg menyukainya juga

Greg …
Tahu ia hanya seorang pekerja di peternakan milik keluarga Rhonda
tidak tahu apakah ia berhak menganggap tempat itu rumah
tidak tahu apakah ia berhak menyukai Rhonda
*
Tapi sejauh apa pun dirimu pergi,
Sejauh apa pun perasaanmu menjauh,
Selalu akan ada tempat yang menarikmu pulang,
Selalu akan ada hati yang menarikmu kembali.

***

“Tapi terkadang di dalam diam, ada lebih banyak yang kau dengarkan dank au mengerti, terutama bila kedua orang yang sedang diam itu mengetahui bahwa dengan dirinya berada di sana saja, itu sudah cukup bagi yang satunya.”
Hlm. 53

Jujur, sebenarnya aku bingung ingin menulis review buku ini dengan cara yang bagaimana. Ada banyak yang bisa diulas, diceritakan, tapi sepertinya itu berpotensi spoiler. Jadi, yang aku perlukan di sini adalah cara bagaimana aku bisa me-review buku ini dengan lengkap tanpa menghadirkan spoiler sedikit pun. Baik, akan aku coba.

Saat mengetahui penulis membuka lowongan 15 first reader untuk buku ini, aku pun tanpa menunggu lama langsung mendaftarkan diri. Tapi rupanya keberuntungan tidak berpihak kepadaku. Berawal dari situ, rupanya The Lady In  Red cukup menarik perhatianku. Terutama dari sinopsis atau blurb-nya. Aku dibuat bertanya-tanya, ada keterkaitan apa antara Betty-Robert dengan Rhonda-Greg? Ok, mari kita ulas satu persatu.

Cerita di buku ini terbagi menjadi 3 bagian (4 sekaligus interlude yang turut diselingkan oleh penulis di beberapa rentang bab). Bagian pertama berkisah tentang kehidupan Betty Liu dan Robert dengan latar peternakan sapi bernama Wotton Diary Farm. Kemudian ada juga peternakan sapi lainnya yaitu Stephens Farm yang dikelola oleh keluarga Victhor Stephen. Kedua peternakan sapi ini sama-sama bersaing dalam urusan bisnis yang mereka jalani. Mengingat kedua peternakan ini tidak memiliki jarak yang cukup jauh satu sama lain dan kualitas mereka sama-sama bagusnya. Dan ya, tidak kalah dengan Wotton yang mengusung kisah cinta Betty dan Robert, Stephens Farm juga hadir dengan Jerry—putra Victor—yang sangat membenci peternakannya dan kekasihnya, Wanda. For your information, cerita bagian pertama ini mengusung latar waktu pada tahun 1920 – 1955.

Kemudian, cerita beralih ke berpuluh tahun sesudahnya, yaitu pada rentang tahun 2003 – 2012. Di bagian kedua ini, penulis masih mengangkat latar tempat yang sama, yaitu Wotton Diary Farm. Bedanya, tokoh yang ambil peran di sini adalah tiga generasi setelah Betty-Robert. Rhonda, dia adalah cicit dari Betty, dan Betty adalah nenek buyutnya. Di cerita ini, Betty masih hadir dengan sosoknya yang mulai renta dan fisiknya yang sudah tidak seperti muda dulu. Rhonda memanggilnya dengan sebutan Nana Betty. Perbedaan lain lagi, tokoh Robert sudah tidak memiliki andil di sini, ia diceritakan sudah meninggal beberapa tahun sebelumnya. Pada bagian kedua ini, diceritakan Wotton Farm menjadi peternakan sapi terbesar dan tersukses karena memang Stephens Farms sudah dijual oleh pemiliknya. Kemudian alasan lain yang membuat Wotton menjadi nomor satu adalah karena kinerja para pekerjanya yang sangat baik. Salah satunya adalah Greg. Ia mewarisi pekerjaan di Wotton secara turun temurun dari beberapa generasi sebelumnya. Jadi bisa dibilang Wotton adalah rumah untuk keluarga-keluarganya.  Dari situlah kedekatan antar Rhonda dan Greg mulai terjalin. Meski sama-sama masih remaja, kedekatan keduanya bisa dibilang lebih intim dari sepasang kakak beradik.

Cerita terus berjalan, dan waktu terus berganti. Pada akhirnya, penulis membawa kita pada bagian ketiga yang mana bagian ini masih bercerita tentang kehidupan Rhonda-Greg. Bedanya, kedua anak manusia ini sudah masuk ke  fase dewasa. Jelas saja, karena cerita ini mengusung latar waktu pada rentang tahun 2019-2020. Beberapa tokoh seperti Nana Betty masih ikut meramaikan jalan cerita. Perbedaannya, adalah hubungan Rhonda dan Greg. Sejak Rhonda memilih untuk menjalani high school di Boston, komunikasi antara dirinya dengan Greg menjadi kian renggang. Hingga pada satu hari, di sebuah pameran lukisan, Rhonda bertemu dengan Brandon—seorang lelaki tampan dengan karir yang cemerlang.

Lantas, bagaimanakah ‘The Lady In Red’ ini akan menyelesaikan ‘semuanya?’

Buka lembar demi lembarnya… kemudian kamu akan menemukan jawabannya...

***

“Kau tidak akan bisa meyakinkan orang lain akan sesuatu yang kau sendiri tidak yakini,”
HLm. 170

“Terkadang resiko memang harus diambil untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan.”
Hlm. 278

Buku ini termasuk tebal, ukuran font-nya pun cukup kecil, tapi sungguh… tidak ada kata bosan untuk membacanya. Aku suka sekali dengan ide penulis yang membagi cerita menjadi beberapa bagian. Termasuk interlude. Awalnya aku dibuat bingung, kenapa harus ada interlude di beberapa bagian? Ternyata saat mencapai ending, pertanyaan itu terjawab sudah. Benar-benar dibuat kagum. Sebagai buku pertama dari penulis yang aku baca, The Lady In Red berhasil meninggalkan kesan tersendiri. Mulai dari kisah para tokohnya yang menyentuh hati, konfliknya yang benar-benar merasuk, dan beberapa surprise yang sempat dihadirkan oleh penulis.

Karena novel ini mengangkat cerita dari lintas generasi, awalnya aku cukup dibuat bingung. Bingung untuk mengingat silsilah keluarga dan peran dari para tokohnya. Penulis di sini juga ikut menyertakan gambaran pohon keluarga dari Rhonda, Greg, maupun Brandon. Sangat membantu sekali jika pembaca ingin mengetahui tentang asal-usul tokoh yang bersangkutan. Tapi di lain sisi, cerita lintas generasi dengan banyak tokoh seperti ini cukup membuatku bingung dan lupa. Misalnya pada pohon keluarga Rhonda. Ada banyak sekali nama di sana, dan saat semua nama-nama itu dipertemukan jadi satu, aku jadi bingung. Ini siapanya ini, ya? Dia siapanya itu ya? Duh, kalau nggak benar-benar ingat, dijamin, pasti sesekali kalian akan melihat pohon keluarga di beberapa halaman sebelumnya. Jadi membolak-balikkan halaman, ini yang bikin kening berkerut.

Kemudian, entah kenapa, membaca novel ini seperti membaca novel terjemahan. Latar tempat mau pun penamaan tokohnya yang kental dengan western semakin memperkuat dugaanku yang terbukti tidak benar ini. Eits, tapi jangan terkecoh dulu, meski seperti novel terjemahan, namun cara bercerita penulis jauh dari itu kok. Kak Arleen bercerita dengan gaya yang enak dinikmati oleh semua kalangan pembaca, dan tidak butuh waktu lama untuk mencerna kata demi katanya. Semua tersampikan secara lugas, jelas, dan mudah dicerna. Bukankah mayoritas pembaca menyukai tipe penulis seperti ini?

Lalu, pemilihan peternakan sapi sebagai latar utama, sedikit banyak juga mampu menghadirkan sisi informatif dan menumbuhkan sikap cinta alam—terutama satwa—kepada para pembaca. Sisi informatif itu antara lain adalah tentang cara merawat sapi, memeras susu sapi, sampai menjalankan bisnis peternakan itu sendiri. Mulai dari proses pemerahan sampai pendistribusian. Membaca buku ini seperti masuk ke dalam peternakan tersebut dan merasakan sendiri bagaimana hiruk pikuk yang terjadi di sana. Bisa bayangin gimana rasanya berdiri di ruangan dengan puluhan ekor sapi di sekeliling kita? Menyenangkan bukan? Selain itu, sikap cinta satwa sedikit banyak juga ikut ditonjolkan di sini. Seperti kecintaan Greg pada sapi-sapinya. Bagaimana cara ia memberinya makan, memeriksa kesehatannya, dan memberi perhatian layaknya saudara atau bahkan… kekasih sendiri.

Terkait sistematika penulisan… all of good! Aku tidak menemukan typo/salah ketik sama sekali di sini. Yakin? Yah, sejauh yang aku tahu, buku ini ditulis dengan rapi, baik lahir (tulisan, sampul, dsb) maupun batin (konflik, karakter tiap tokoh, alur, dsb). Oya, cerita di buku ini semakin seru saat memasuki bab-bab terakhir. Saat semua masalah mulai ditemukan titik temunya dan semua dugaan mulai diyakini kebenarannya. Lebih mengejutkan lagi, saat penulis turut menghadirkan gambaran pohon keluarga dari Brandon Rasensky—mantan tunangan Rhonda. Ini semua benar-benar di luar apa yang aku—mungkin juga yang lain—pikirkan.

Jelas sudah semuanya, buku ini ternyata layaknya sebuah puzzle. Hanya satu keeping sih yang perlu kita cari, tapi sangat menjawab semuanya. Ya, semuanya.  Aku juga cukup kaget dengan fakta mengejutkan yang dibeberkan oleh kak Arleen. Yang jelas, setelah kepingan puzzle terakhir ini ditemukan, kita jadi tahu, The Lady In Red bukan hanya bercerita tentang kisah cinta sepasang anak manusia, melainkan juga dendam di masa lalu yang sudah lama terpendam. Hal ini rupanya cukup menjadi jawaban kenapa sampul buku ini nampak misterius. Rupanya, dendam itulah yang misterius…

Sepertinya, jika disuruh untuk membaca buku Kak Arleen yang lain, tidak ada lagi kata ‘ragu’ untuk membacanya.

4 Jempol untuk sapi-sapi yang menggemaskan…


Terima kasih!

***

“…tidak akan pernah ada kata normal dalam kehidupan orang-orang yang baru saja ditinggalkan orang yang mereka kasihi untuk selamanya. Mereka tidak akan pernah kembali ke kehidupan normal mereka yang sebelumnya. Yang ada adalah percobaan demi percobaan dan penjajakan demi penjajakan untuk mencari arti kata normal yang baru.”
HLm. 305


Tidak ada komentar:

Posting Komentar