Sabtu, 14 Januari 2017

[Book Review] Asa Ayuni - Dyah Rinni



Judul : Asa Ayuni (Blue Valley Series)
Penulis : Dyah Rinni
Tahun terbit : 2016
Cetakan : Pertama
Tebal : 244 hlm
Kategori : Novel
Penerbit : Falcon Publishing
ISBN : 978 – 602 – 14568 – 9 – 7 


Blurb:

Di pojok selatan Jakarta, kau akan menemukannya. Tempat itu tak sepanas bagian Jakarta lainnya. Langit di sana sering berubah seolah mengikuti suasana hati penghuninya. Kau akan bisa menemukannya dengan mudah. Ada banyak rumah di sana. Orang menyebut tempat itu Blue Valley.

Di salah satu bloknya, ada sebuah rumah, yang kalau kau masuk ke dalamnya akan merasakan nuansa paduan klasik dan modern. Desainnya tampak
chic, dan bantal pink elektrik di atas sofa cokelat akan membuatmu betah di sana.

Seorang perempuan yang pandai membuat kue tradisional akan menjadi teman mengobrolmu. Dia punya toko kue tak jauh dari rumahnya. Dia sedang berduka, baru saja kehilangan suaminya. Ada getir terpancar dari matanya. Namun, dia amat terlihat berusaha tegar. Perempuan itu Ayuni. Perempuan manja yang sedang berpura-pura tangguh demi memupuk asanya yang baru saja hancur.

***

“Anda tahu apa yang paling menyakitkan dari kematian mendadak? Kita tidak pernah bisa mengucapkan selamat tinggal, ataupun mengatakan betapa kita menyayangi mereka.”
Hlm. 185

Selamat datang di cluster Blue Valley. Di sebuah rumah bernomor 22, kalian akan menemukannya. Sepasang suami istri dengan seorang anak kecil yang mengidap autisme, atau yang lebih tepatnya Aspergers Syndrome. Mereka adalah Satria, Ayuni, dan Rivaldi—putra mereka yang baru berusia 7 tahun, yang sayangnya harus mengalami kelainan psikologis. Tidak seperti anak seumurannya yang terobsesi pada mainan, es krim, atau hal menarik lainnya, Aldi justru terobsesi pada air.

Gulaloka, adalah satu-satunya harapan Ayuni. Toko kue tradisional miliknya itu cukup mampu untuk menambah penghasilannya. Karena, Ayuni sadar, setelah kepergian Satria, suaminya, karena serangan jantung, maka secara langsung ia juga harus memikirkan tentang pemasukan untuk keluarganya. Hal itu membuat Ayuni memutuskan untuk mencari seorang manajer untuk Gulaloka. Dengan alasan lain untuk melupakan kesedihan atas meninggalnya Satria, dan dengan dibantu pegawai lain, serta Amaya—tokoh dari novel Lara Miya—Ayuni akhirnya menemukan satu kandidat terbaik dari beberapa orang yang sudah mendaftar.

Elang, ia adalah mantan manajer restoran di Australia. Namun, kehadiran Elang rupanya membawa kesan yang kurang baik untuk Ayuni. Bagaimana tidak, baru berkenal, laki-laki itu sudah seenaknya mengkritik toko kue Ayuni. Mulai dari dekorasi, tata letak, cat dinding, dan segala hal terkait tampilan, dinilainya sangat buruk. Hal inilah yang mendasari Ayuni untuk merenovasi toko kuenya tersebut. Berbekal sokongan dana dari Ibunya, Ayuni merombak Gulaloka secara besar-besaran.

Namun, tahukah kalian, ada serentetan kisah menyedihkan di balik semua itu? Tidak, kisah menyedihkan itu tidak  hanya berhenti pada kematian Satria saja. Melainkan, sebuah kenyataan yang mengejutkan juga menanti setelahnya…

Akankah Ayuni sanggup melewati semua itu? Dan, Elang, tidakkah kalian penasaran mengapa Ayuni bisa begitu terpengaruh dengan perkataan Elang? Laki-laki asing yang belum lama dikenalnya…

***

“Tapi, begitulah kehidupan. Selalu berubah. Yang dulu tidak ada menjadi ada, yang sehat menjadi sakit.”
Hlm. 133

“Mereka yang pergi itu tidak tahu bahwa mereka meninggalkan jejak luka di hati. Cinta itu selalu pergi dengan luka, bukan?”
Hlm. 172

Akhirnya, saya bisa juga baca buku dari serial Blue Valley—yang lagi hits itu, hehe. Terima kasih banyak kepada kelima penulis serial Blue Valley, dan Falcon tentunya, yang sudah menghadiahkan ‘segeplok’ buku-buku keren ini sebagai hadiah dari live streaming kemarin. Saya senang sekali. Dan oh ya, sebelum masuk ke riviu, jujur, saya sangat senang sekali dengan hadirnya Falcon sebagai penerbit baru di dunia perbukuan. Bagaimana tidak, baru menerbitkan serial buku pertama saja, sudah mampu mencuri perhatian banyak  pembaca. Nggak heran juga sih, karena memang ide yang digunakan kreatif. Misal Blue Valley  ini. Mengangkat tema kehilangan dari lima tokoh di lima novel yang berbeda, yang uniknya, tokoh-tokoh tersebut tinggal dalam satu cluster yang sama—Blue Valley. Jadi jangan heran kalau di setiap novel, kalian akan menemukan tokoh dari novel Blue Valley lain yang ikut berseliweran di sana. Seru ya, semoga ke depannya bisa terus menerbitkan serial-serial kreatif seperti ini. Sukses Falcon!

Asa Ayuni adalah buku pertama dari serial Blue Valley  yang saya baca. Dan ini juga menjadi pengalaman pertama saya membaca sebuah novel karangan Dyah Rinni. Jujur, ini menjadi sebuah perkenalan sekaligus pembuka yang cukup baik bagi saya.

Secara keseluruhan, isi cerita di Asa Ayuni hanya terbilang bagus saja, tidak menawarkan sesuatu yang ‘wah’ untuk saya. Baik, saya bisa maklum, karena di bagian kata pengantar yang ada di lembar terakhir buku ini, penulis bercerita bahwa Asa Ayuni menjadi sebuah tantangan baru dalam karir kepenulisannya. Dalam arti, kisah kehilangan seperti ini bukan ‘makanan sehari-hari’ penulis. Namun meski begitu, saya sangat yakin, bahwa potensi menulis Kak Dyah Rinni sangat bisa diandalkan. Jadi, saya tidak menolak apabila ke depannya Kak Dyah akan kembali merasa tertantang untuk menulis cerita bertema seperti ini lagi. Masalahnya menurut saya cuma satu, Kak Dyah Rinni belum terbiasa dan terlatih dengan jenis cerita seperti ini. Tapi berbekal skill yang dimiliki, saya yakin akan ada perkembangan jika jenis-jenis cerita seperti ini terus ditekuni.

Kisah kehilangan yang ditawarkan penulis, saya rasa juga cukup bagus saja. Bukan, saya bukannya tidak tersentuh dengan kisah Ayuni dan segala kesedihan yang menyertainya, namun cara penyampaiannya saja yang mungkin kurang bisa begitu masuk ke hati saya. Untuk tokohnya sendiri, Ayuni, dia sangat manusiawi sekali. Sosok realistis yang banyak kita temui di kehidupan masyarakat. Misal, Ayuni tetap merasakan kecemburuan dan kemarahan besar terhadap Satria terkait rahasia yang ia tutupi di masa lalu, meski sekarang suaminya sudah meninggal. Kesedihan tidak membuatnya buta atas kesalahan suaminya, namun yang saya temukan justru sosok yang manusiawi. Kemudian, yang saya suka dari buku ini adalah bagaimana cara penulis menyusup konsep pertemuan antara Ayuni dan Elang. Saya rasa, pertemuan keduanya berjalan dengan lembut, dan mengalir. Karena sebelumnya penulis juga turut menyelipkan latar belakang Elang saat masih di Australia, hingga keadaan memaksanya kembali ke Indonesia dan pada akhirnya bertemu Ayuni. Ini seperti dua aliran sungai yang bercabang, hingga akhir bertemu di satu arus yang sama.

Unsur mental illmess yang diangkat lewat Aspergers Syndrome juga turut mewarnai buku ini. Membuat nuansa sendu begitu kental kita rasakan. Terlebih ini terjadi pada anak kecil yang berusia tujuh tahun. Bagusnya, penulis tidak tanggung-tanggung memasukkan unsur ini. Kita bisa melihatnya dari bagaimana Aldi bicara, bersikap, dan berinteraksi dengan teman sebaya/orang lain. Saya cukup menaruh simpati dengan keadaannya. Mau tak mau juga membuat saya mencoba untuk memosisikan diri sebagai Ayuni. Seorang janda, di samping kesibukannya mengurus toko kue, juga harus merawat anaknya yang autis. Selain manusiawi, tokoh Ayuni juga diciptakan sebagai sosok yang tangguh di sini.

Saya juga cukup terkejut saat menjelang ending, penulis ternyata turut menyelipkan sebuah twist yang semakin memperpanjang konflik buku ini. Lumayanlah, ceritanya tidak berjalan datar saja, meski sebenarnya twist ini sudah bisa tercium di awal. Namun tetap saja membuat konflik dalam buku ini lebih berwarna. Namun, ada satu hal yang membuat saya kurang suka. Yaitu penyelesaian konflik antara Elang dan Ayahnya yang terbilang sangat dangkal. Saya mengenal Ayah Elang—Haris Tejawijaya—sebagai sosok yang keras kepala, semaunya sendiri dan tempramen terhadap segala hal. Di buku ini diceritakan bahwa Haris terlibat konflik dengan Elang karena putranya tersebut tidak mau menjadi penerus di Magnaria Group—perusahaan yang ia pimpin. Konflik tersebut terus bergulir bahkan sampai sekarang, saat Haris menderita sakit keras dan diprediksi tidak akan bisa hidup lebih lama lagi.

Anehnya, sikap keras kepala dan tempramen Haris tidak hilang sedikit pun. Tapi pada saat menjelang ending, saya dibuat bertanya-tanya ketika tiba-tiba Haris mendapat kesadaran—atau pencerahan—dari… Ayuni? Yang benar saja, sama istri dan anaknya saja ia tidak bisa melunak, bagaimana ia bisa berubah sikap sedemikian rupa karena pengaruh orang asing? Padahal, saat awal Ayuni masuk ke rumahnya, Haris tidak menerima kedatangannya. Menurut saya ada yang missed di sini, akan lebih baik apabila penulis turut menyelipkan satu adegan yang memperlihatkan perbincangan dari hati ke hati antara Ayuni dan Haris, agar pembaca bisa menerima alasan terhadap perubahan sikap Haris yang sangat drastis tersebut. Jika begini kan, karakter tokoh seakan tidak konsisten. Dan ingat, ini bukan sinetron, yang mana, terkadang ceritanya tidak berdasarkan alasan-alasan yang logis.

Selain tentang kehilangan, Asa Ayuni juga menyajikan kisah tentang ketegaran seorang wanita. Imej yang dibangun dalam tokoh Ayuni saya harap juga mampu mengubah cara pikir wanita-wanita dewasa di luar sana untuk lebih mandiri dan peduli terhadap keadaan. Selain itu, lewat buku ini, kita tahu, bahwa tidak selamanya suami akan selalu berada di samping istri/pasangannya untuk senantiasa melindungi. Dan jika itu terjadi, maka satu-satunya jalan keluar yang bisa perempuan tempuh adalah tegar.

Terima kasih!

***

“Jangan memutuskan perasaanmu sekarang. Perasaan seperti laut, juga bisa berubah. Kadang pasang, kadang surut. Hanya saat tenang, kita bisa tahu perasaan kita yang sebenarnya.”

Hlm. 151

7 komentar:

  1. Mencengangkan sekali membaca resensi ini. Terlalu banyak koreksi dan itu membuat saya mempertimbangkan untuk memiliki buku ini. Sayang sekali Bintang, kamu tidak pakai sistem rating, sehingga saya tidak tahu kalau dirating ada diangka berapa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya buku ini tidak jelek, bagus kok. Hanya saja gak ada yang 'wah'. Seperti surprise-surprise gitu nggak ada, menurut saya. Kekurangan yang saya kritisi pun hanya satu kok.

      Buku ini sudah saya ratting di goodreads kok Mas, 3 bintang.

      Hapus
    2. Maksudnya tidak ada yang wah itu giaman ya kak?

      Hapus
  2. Saya penasaran sama Blue Valley series ini. Apalagi Asa Ayuni. Soalnya saya fansnya Mbak Dyah Rinni :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah pas banget, ayo beli bukunya Kak Eva. Hehe. Terima kasih sudah berkunjung :)

      Hapus
  3. Kalau dari judul mestinya novel ini bisa lebih 'wah' apalagi ini tentang asa, harapan si tokoh utamanya. Aku lebih rekomen Melankolia Ninna, sejauh ini itu favoreitku ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya seharusnya, tapi semoga aja buku ini bagus di Kak Aya. Selera orang kan beda2 hehe. Iya nih, ini aku abis baca senandikaprisma, abis ini melankolia ninna.

      Hapus