Rabu, 04 Januari 2017

[Book Review] Love in Kyoto - Silvarani



Judul : Love in Kyoto
Penulis : Silvarani
Tahun terbit : 2016
Cetakan : Pertama
Tebal : 232 hlm
Kategori : Novel
 Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 978 – 602 – 03 – 3630 – 5 


Blurb:

“Adinda Melati, Satoe hari nanti, berkoendjoenglah ke Kjoto dengan kimono jang kaoe djahit dari kain sakoera ini. Akoe menoenggoemoe.” —Hidejoshi Sanada (13/11/45)

Veli, gadis yatim-piatu yang sejak kecil diasuh kakek-neneknya, adalah perancang busana yang tengah naik daun. Sepulang dari Jakarta Fashion Week, dia menemukan tumpukan surat lusuh di sela-sela koleksi kain nusantara almarhumah neneknya, Nenek Melati. Nama pengirim surat berbau Jepang itu mengusik rasa ingin tahunya, apalagi ada kaligrafi potongan ayat Al-Qur’an di dalamnya.

Bukan kebetulan, prestasi Veli sebagai desainer diganjar kesempatan tinggal beberapa bulan di Kyoto untuk mengikuti program industri budaya. Veli merasa, ini jalan untuk menambah ilmu sekaligus mencari tahu tentang Hideyoshi Sanada.

Dengan bantuan Mario, teman spesial yang sedang bertugas di Osaka, dan Rebi, kawan SMA yang sudah empat tahun menetap di Jepang, jalinan rahasia antara Hideyoshi dan Nenek pun satu per satu mulai terungkap. Penemuan ini juga membawa Veli dan Mario bertemu sosok dingin bernama Ryuhei Uehara, musisi muda shamisen, dan Futaba Akiyama, gadis pemalu penjaga kedai udon di tengah kota Kyoto. Ternyata, hubungan empat insan ini melahirkan kisah yang jauh lebih rumit dibanding cerita Hideyoshi dan Nenek Melati puluhan tahun silam.

***


“Maut belum tentu memisahkan cinta. Jika sepasang insan saling menjaga iman orang terkasihnya, sehingga mereka berdua bisa kekal di surga Allah, di sana, mereka akan melanjutkan memelihara cinta mereka, selamanya.”
Hlm. 159

Setelah sukses dengan pagelaran fashion show malam itu, kini karir Veli Aridipta—begitu orang-orang mengenalnya—sebagai seorang desainer menjadi kian gemilang. Beberapa media cetak atau tayangan televisi banyak yang menyiarkan berita dan informasi dari desainer muda yang terkenal sebab kekreatifannya dalam memadukan kedua unsur budaya ke dalam satu konsep pakaian itu. Malam itu, sebenarnya Veli sudah cukup lelah karena tenaga dan pikirannya terkuras habis demi acara fashion show, tapi sayangnya ketika sampai di rumah, Kakek Veli justru menghalangi niat cucunya itu untuk istirahat terlebih dahulu. Ia meminta Veli untuk mencari kain-kain nusantara peninggalan nenek Melati yang ada di gudang. Berbekal dengan segenggam alat penerangan, dalam sebuah gudang yang sempit dan berbedu, Veli menemukannya. Tidak hanya tumpukan kain tradisional yang memukau, tapi juga beberapa lembar surat dan foto misterius.

Surat misterius itu ditulis dalam aksara Jepang, dan pengirimnya pun orang Jepang. Dia adalah Hideyoshi Sanada. Di sana, tertulis bahwa seseorang yang dituju dalam surat itu bernama Sakura. Pertanyaannya, siapa Hideyoshi Sanada? Dan, Sakura, siapa pula dia? Mengapa surat-surat ini ada di rumahnya, dan lebih mengherankan lagi, apakah surat-surat ini memang sengaja disimpan oleh neneknya? Jika memang iya, apa hubungan antara Nenek dengan Hideyoshi dan Sakura?

Di lain sisi, keesokan harinya, Veli akan terbang ke Jepang untuk mengikuti pelatihan pendalaman kebudayan Jepang selama 9 bulan. Lebih tepatnya di Kyoto. Menyadari hal demikian, maka Veli secara sigap langsung membawa surat-surat misterius itu. Mungkin, Mario dan Rebi—kedua temannya yang berada di Jepang—bisa membantu untuk mengartikan isi surat tersebut. Veli sudah cukup lama berkenalan dengan mereka, terlebih Mario. Lelaki itu berhasil menciptakan babak baru dalam kehidupan asmara Veli, meski sesungguhnya kisah mereka sangat tidak memiliki kejelasan, bahkan cenderung mustahil untuk diteruskan.

Sembilan bulan di Kyoto, tak ayal membuat Veli dan Mario rekat kembali. Namun, masalah kembali datang. Hal ini dikarenakan keluarga Mario yang tidak menghendaki putranya berdekatan dengan Veli. Alasan terbesar mereka adalah karena catatan kelam dari keluarga besar Veli. Masalah antara mereka kian bergulir hingga masing-masing dari mereka menemukan orang baru. Veli bertemu dengan Uehara yang mana adalah seorang samurai andal, dan Mario berkenalan dengan Futaba, seorang gadis penjaga kedai kudon.

Lantas, bagaimanakah kisah mereka akan berakhir? Dan, bagaimana pula tentang surat-surat misterius itu, akankah Veli menemukan jawabannya, terutama tentang sosok asli Hideyoshi Sanada?

***

“Orang yang fokus hanya pada hasil, ketika mereka tak bisa mewujudkan mimpi, mereka akan jatuh sejatuh-jatuhnya. Tapi orang yang menghargai proses, ketika mereka tak bisa mewujudkan mimpi, mereka akan tetap semangat maju karena proses dianggap sebagai pencapaian.”
Hlm. 150

Ini adalah ketiga kalinya aku membaca buku tulisan Silvarani. Sangat mudah dipahami memang, jadi aku tak perlu ambil pusing dengan jalan ceritanya. Jenis bacaan yang sangat aku sukai. Untuk informasi, novel ini dibuka dengan prolog yang sangat memukau. Dengan memasukkan unsur aksi, Silvarani membuat adrenalin pembaca benar-benar ikut beraksi bersama ceritanya. Sayangnya hanya di awal saja, padahal aku penyuka novel-novel aksi, hehe. Dengan mengambil setting pada masa revolusioner, rupanya prolog ini menjadi secuil kisah yang mana akan menjadi konflik tersendiri di novel ini, yaitu tentang Hideyoshi Sanada dan Nenek Melati. Jika boleh mengajukan permintaan, aku ingin kisah tentang Nenek Melati dan Hideyoshi ini ditulis dalam buku sendiri. Karena benar-benar mengundang rasa ketertarikan, dan jika diceritakan sekilas di sini aku rasa kurang. Ditulis di buku sendiri dengan memasukkan banyak unsur aksi, dan romannya tidak ketinggalan juga pastinya. Aku rasa itu akan menjadi warna tersendiri dalam perjalanan karir menulis Silvarani.

Kemudian, setting di buku ini sangat relevan dan mendukung sekali dengan kisah yang dihadirkan. Jepang, yang selalu identik dengan pohon bunga sakura, benar-benar bisa menjadi panggung yang mampu menghidupkan suasana ceritanya. Terutama untuk kisah Mario dan Veli yang begitu manis. Mungkin, dari ketiga buku Around The World with Love yang lain, buku inilah yang setting-nya benar-benar berkesan manis buatku.


ILUSTRASI: Mario & Veli dalam novel #LoveinKyoto

SUMBER: DI SINI


Selain itu, tidak hanya mendetilkan tentang kenampakan Kyoto saja, namun unsur-unsur kultur juga penulis selipkan di banyak tempat. Menjadikan buku ini, meski pun lebih mengusung roman percintaan, namun juga tidak lepas dari segi informatif dan pengetahuan. Satu lagi, jangan salahkan aku kalau sehabis mebaca buku ini, kamu akan kepingin banget untuk bertolak ke Jepang, terlebih Kyoto. Salah satu korbannya adalah orang yang sedang menulis review ini.

Bagian lainnya yang aku suka dari buku ini adalah plot yang penulis masukkan lebih dari satu. Plot tentang percintaan yang diusung oleh Mario dan Veli, bahkan juga dari Uehara dan Futaba. Plot misteri tentang surat-surat misterius Hideyoshi Sanada dan Sakura. Dan bagusnya, keduanya berhasil diselesaikan dengan baik tanpa berat sebelah dan sama rata. Setiap plot memilik penyelesaian dan akhir masing-masing yang tidak membuat pembaca serasa digantung. Kemudian, untuk unsur religinya sendiri, kandungan surah Al Zalzalah-lah yang berbicara. Yang mana, surah ini membawa perubahan secara rohani bagi para tokohnya.

Secara keseluruhan, Love in Kyoto dari Silvarani terlalu manis untuk kalian lewatkan. Dan jadilah orang berikutnya yang jatuh cinta dengan ceritanya!

Terima kasih!

“Buat apa dipuja dan dipuji ribuan orang, jika aku tahu hanya ada satu orang di hatimu, dan itu bukan aku.”
Hlm. 153


Tidak ada komentar:

Posting Komentar